Selama 1960 dan 1970 pembangunan pemerintah tertuang dalam bentuk
proyek. Dengan menggunakan sumberdaya untuk menjadikan mata pencaharian
yang lebih baik dan pertumbuhan ekonomi. Pada masa itu proyek juga
diubah sesuai dengan anjuran para donor dengan memilih proyek yang
terbaik dan direncanakan untuk jaminan hasil. Caranya dengan mencari
informasi yang rasional dan menganalisa hubungannya. Hasil dan resiko
dari alternatif yang berbeda adlah ramalan. Mengoptimalkan tindakan yang
dipilih kemudian mengimplementasikannya. Evaluasi merupakan umpan balik
pada tahap selanjutnya.
Proyek di negara yang pendapatan rendah membutuhkan bantuan dari asing. Keterlibatan pihak donor adalah untuk memusatkan dan menyiapkan
proyek untuk menjamin bahwa investasi itu adil. Perencanaan yang
menggunakan keuangan eksternal biasanya dilakukan oleh ahli perencanaan
(ct:ekspatriat) dengan tekhnik yang canggih dengan mempertimbangkan
cost-benefit dan resiko. Proyek yang disetujui kemudian
diimplementasikan. Tidak semua proyek yang dijalankan berhasil terutama
di daerah pedalaman karena hasil yang diperoleh jauh lebih kecil.
Hal-hal yang mempengaruhi kegagalan antara lain:
1. Masalah pembangunan yang mendasar
struktur di pedesaan yang buruk. Seorang tekhnokrat sebaiknya melakukan eksperimen dan interaksi terlebih dahulu
2. Kekurangan data
Di negara berkembang data yang reliable tidak tersedia
3. Ketidakpastian
Sering terjadi di negara berkembang. Metodologi konvensional
memberikan sedikit uang sogokan untuk impact yang tiba-tiba terjadi
(fisik,ekonomi,sosial)
1. Pemisahan antara perencana dan implementor
Pada tahun 1980 perencana mengakui adanya masalah dalam implementasi
2. Kurangnya partisipasi masyarakat sekitar
Keterlibatan masyarakat yang kurang dalam mengidentifikasi proyek,
mengumpulkan data, men-design, dan pemilihan menyebabkan masyarakat
tidak bisa berbuat banyak pada seluruh aktivitas proyek
3. Proyek dan politik
Metodologi konvensional berdasarkan pada analisis kerangka kerja yang normatif dengan mengabaikan faktor politik(Hulme).
Secara empiris pernyataan itu sangat lemah karena identifikasi,
perencanaan, seleksi,dan implementasi benar-benar proses politik dimana
terdapat agen bantuan, elit lokal, politisi, birokrat, dan kelompok
kepentingan.
Pendekatan alternatif untuk perencanaan proyek dikemukakan oleh Dennis Rondinelli, yaitu;
- Penyesuaian administrasi
Menggunakan pendekatan eksperimental yang berupa perencanaan,
implementasi, dan monitor. Alasannya karena tempat dimana proyek
dioperasikan mempunyai resiko yang tinggi, terbatasnya informasi,
ketidakpastian, dan manipulasi politik. Untuk ebih efektif diperlukan
pembelajaran, eksperimen, kreativitas, fleksibilitas organisasi, dan
akses terhadap pegetahuan lokal. Intervensi pembangunan dimulai dari
skala kecil dengan mencari solusi dari masalah lokal. Kemudian
mengembangkan tekhnologi agar dapat beradaptasi di lingkungan manapun.
Jika berhasil maka proyek ini dapat didemonstrasikan dan dikembangkan
untuk mengganti proyek yang konvensional. Aktor, donor, dan lembaga
bantuan asing sebaiknya mengubah fokus untuk 3-5 tahun ke depan agar
lebih fleksibel,eksperimen yang terbuka serta menggabungkan antara
perencana dan implementor. Cara ini mendapat dukungan dari masyarakat
sekitar. Namun agen dan politisi lebih menyukai cara kilat dalam
menyelesaiakn masalah pembangunan.
2. Partisipasi masyarakat
Cara ini bisa dilakukan dengan meminta bantuan dari NGO untuk
menerjunkan aktivisnya ke lapangan dan bergaul dengan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan melibatkannya dalam perencanaan
proyek agar tepat sasaran.
Pendekatan yang digunakan untuk perencanaan harus mengakui
pengetahuan yang terbatas, informasi yang tidak menyeluruh,
ketidakpastian dan pertimbangan resiko, kapasitas analisis, kelangkaan
sumber daya dan perencanaan yang sudah menjadi bagian sifat dari proses
politik.
ANALISIS
Selama beberapa dekade perencanaan mengalami kegagalan dan mendapat
kritikan yang keras dari berbagai kalangan. Namun pada dasarnya sebuah
perencanaan itu perlu dilakukan sebelum proyek dilaksanakan karena
perencanaan merupakan sarana komunikasi dari perencana kepada
implementor. Selain itu perencanaan juga memberikan batasan terhadap
proyek yang akan dikerjakan.
Kegagalan yang terjadi bisa dari perencana atau implementor (biasanya
agen pemerintah). Perencana terkadang kurang melakukan analisis dan
identifikasi menyeluruh. Sehingga apa yang tertuang dalam draft
perencanaan sulit direalisasikan oleh implementor. Ketidaklengkapan data
juga menjadikan pemahaman kabur dan tidak jelas. Hal ini sebenarnya
bisa dipahami karena keterbatasan manusia dalam memahami keadaan
lingkungan di sekitarnya. Bisa juga karena hal lain yaitu keterbatasan
waktu dan biaya. Sedangkan kesalahan yang terjadi pada implementor
adalah ketidak konsistenan implementor terhadap wewenang yang diberikan.
Alasan-alasan politis dan ekonomi mewarnai distorsi dalam implementasi
suatu proyek. Dimana proyek merupakan cara untuk mensejahterakan
masyarakat tetapi bagi para implementor atau politisi hal ini dijadikan
lahan finansial yang diperebutkan. Distorsi ini tidak sepenuhnya
kesalahan implementor. Para implementor yang bekerja di bawah
Undang-Undang sering mengalami ambiguitas sehingga harus memilih salah
satu cara yang terbaik untuk merealisasikan proyek. Hal-hal seperti ini
yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman antara perencana dan
implementor.
Jika perencana dan implementor dijadikan satu maka realisasi proyek
terlihat idealis karena menekankan pada ambisi perencana. Cara ini
mungkin hanya bisa direalisasikan di lingkungan yang homogen tetapi
tidak bisa dilaksanakan di lingkungan yang heterogen. Masyarakat
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda secara politis, ekonomi, dan
sosial. Oleh karena itu diperlukan lembaga monitoring agar implementasi
dapat mencapai tujuannya. Monitoring dari masyarakat merupakan wujud
pemberdayaan dimana masyarakat tidak hanya menjadi penonton di
lingkungannya sendiri.
Perencanaan pembangunan yang terjadi selama ini hanya menitikberatkan
pada sektor ekonomi. Sehingga terjadi eksplorasi besar-besaran
dimanapun baik itu SDM maupun SDA. Faktor ekonomi bisa menjadi kekuatan
bangsa jika didukung pula oleh SDM yang berkualitas. Jika tidak, seperti
di negara-negara dunia ketiga, eksplorasi SDA merupakan lahan bagi
negara-negara maju. Disinilah kesulitan negara berkembang untuk mengejar
ketertinggalan dari negara maju karena ketidakmampuan dalam mengelola
sektor-sektor vital yang mendatangkan keuntungan secara ekonomis.
Keinginan negara berkembang untuk mengejar ketertinggalan ekonomi
menyebabkan pemerintah lupa untuk mengembangkan kemampuan SDMnya.
Padahal aset suatu negara adalah SDM yang pada masa sekarang ini
prestasinya kurang dihargai.
Keberhasilan pembangunan ekonomi dan fisik di Indonesia pada masa
lalu didukung oleh kestabilan faktor politik. Begitupun di beberapa
negara berkembang lainnya. Hal ini jugalah yang mendasari keberhasilan
pembangunan di Uni Soviet sebelum negara federasinya terpecah-pecah
seperti sekarang. Pada saat ini banyak negara yang berasas kapitalis
berubah menjadi negara demokrasi. Sehingga kekuatan yang tumbuh di
masyarakat sulit untuk dibendung yang mengakibatkan ketidakstabilan
politik. Masyarakat bebas melakukan apapun tetapi tidak ada jaminan
kesejahteraan hidup. Di satu sisi pemberdayaan masyarakat itu baik
karena aspirasi masyarakat tersalurkan. Tetapi di sisi lain pemberdayaan
dapat menghambat pembangunan. Tingkat kepekaan, dan intelektualitas
masyarakat yang berbeda-beda dapat menimbulkan pertentangan karena
pemahamannya yang berbeda.
Intervensi lembaga donor dan antuan asing tidak selamanya membantu
pembangunan di negara berkembang. Bahkan bisa menimbulkan ketergantungan
secara finansial. Kegagalan pembangunan dengan bantuan pihak asing bisa
juga karena masalah internal yaitu maraknya praktek-praktek korupsi di
kalangan pejabat pemerintahan. Untuk memberantasnya diperlukan komitmen
yang besar dari pemerintah maupun lembaga independen yang dibentuk oleh
pemerintah yang bertugas menyelesaikan masalah ini. Selain itu situasi
politik di negara berkembang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap
sektor perekonomian karena menyangkut keamanan dan jaminan masa depan.
Dengan adanya lembaga donor maka kebijakan-kebijakan pemerintah yang
dibuat juga harus menyesuaikan dengan kebijakan lembaga donor. Terkadang
hal ini malah menimbulkan ekspansi besar-besaran dari lembaga donor.
Negara penerima bantuan hanya dijadikan sebagai lahan.
Tidak ada teori perencanaan yang paling efektif yang ada hanyalah
perencanaan yang paling sesuai. Hal ini yang sering kurang dipahami oleh
perencana dan implementor. Mereka masih menganggap bahwa masyarakat
adalah objek yang bisa diatur dan proyek sepenuhnya adalah urusan
pemerintah. Dalam perkembangannya pemerintah tidak menyadari
ketidakpuasan masyarakat akan menimbulkan kekacauan yang berdampak pada
berbagai sektor antara lain keamanan, politik, dan ekonomi. Selama ini
pemerintah terlena dengan proyek-proyek ambisiusnya dan kurang
memperhatikan masyarakat yang menjadi korban.
Teori perencanaan baik untuk dijadikan dasar tetapi tidak sepenuhnya
baik untuk diimplementasikan. Perlu observasi yang lebih mendalam agar
proyek tidak menimbulkan kerugian bagi pihak manapun. Terutama di
Indonesia yang masyarakatnya sangat kompleks sehingga perlu adaptasi
bagi pelaksanaan implementasi proyek. Di dalam masyarakat yang sebagian
besar berpendidikan proses implementasinya harus dibedakan dengan
lingkungan yang sebagian besar masyarakatnya kurang berpendidikan.
Masyarakat yang berpendidikan lebih fleksibel dan lebih mudah menerima
perubahan karena bisa memanfaatkan peluang-peluang dengan adanya
perubahan tersebut. Sedangkan pada masyarakat yang masih tradisional dan
kurang berpendidikan, implementasi proyek lebih sulit karena
masyarakatnya masih ortodox dan mudah diprovokasi. Memberikan tambahan
pengetahuan lebih mudah daripada mengubah kebiasaan masyarakat.
Keberhasilan perencanaan pembangunan dilihat pada tahap evaluasi.
Jika feedback dan respon dari sebagian besar masyarakat adalah positif
berarti proyek ini berhasil. Tetapi bila sebaliknya maka perlu dilakukan
pembenahan-pembenahan. Mengusulkan proyek yang baru bukanlah cara yang
efektif untuk menyelesaikan masalah. Sebaiknya tetap melanjutkan proyek
yang lama dengan adaptasi dan perubahan seperlunya. Selain dapat
mengefisienkan anggaran cara ini bisa menjadi tolok ukur komitmen
pemerintah terhadap pembangunan dengan mewujudkan aspirasi masyarakat.
(tugas Manajemen Proyek, 2006)
sumber :
http://melastory.wordpress.com/2010/07/14/perencanaan-pembangunan-suatu-solusi-atau-masalah/