Rabu, 30 Januari 2013

Aspek Kegagalan Perencanaan Fisik Bangunan

Selama 1960 dan 1970 pembangunan pemerintah tertuang dalam bentuk proyek. Dengan menggunakan sumberdaya untuk menjadikan mata pencaharian yang lebih baik dan pertumbuhan ekonomi. Pada masa itu proyek juga diubah sesuai dengan anjuran para donor dengan memilih proyek yang terbaik dan direncanakan untuk jaminan hasil. Caranya dengan mencari informasi yang rasional dan menganalisa hubungannya. Hasil dan resiko dari alternatif yang berbeda adlah ramalan. Mengoptimalkan tindakan yang dipilih kemudian mengimplementasikannya. Evaluasi merupakan umpan balik pada tahap selanjutnya.

Proyek di negara yang pendapatan rendah membutuhkan bantuan dari asing. Keterlibatan pihak donor adalah untuk memusatkan dan menyiapkan proyek untuk menjamin bahwa investasi itu adil. Perencanaan yang menggunakan keuangan eksternal biasanya dilakukan oleh ahli perencanaan (ct:ekspatriat) dengan tekhnik yang canggih dengan mempertimbangkan cost-benefit dan resiko. Proyek yang disetujui kemudian diimplementasikan. Tidak semua proyek yang dijalankan berhasil terutama di daerah pedalaman karena hasil yang diperoleh jauh lebih kecil.

Hal-hal yang mempengaruhi kegagalan antara lain:
1. Masalah pembangunan yang mendasar
struktur di pedesaan yang buruk. Seorang tekhnokrat sebaiknya melakukan eksperimen dan interaksi terlebih dahulu
2. Kekurangan data
Di negara berkembang data yang reliable tidak tersedia
3. Ketidakpastian

Sering terjadi di negara berkembang. Metodologi konvensional memberikan sedikit uang sogokan untuk impact yang tiba-tiba terjadi (fisik,ekonomi,sosial)

1. Pemisahan antara perencana dan implementor
Pada tahun 1980 perencana mengakui adanya masalah dalam implementasi
2. Kurangnya partisipasi masyarakat sekitar
Keterlibatan masyarakat yang kurang dalam mengidentifikasi proyek, mengumpulkan data, men-design, dan pemilihan menyebabkan masyarakat tidak bisa berbuat banyak pada seluruh aktivitas proyek
3. Proyek dan politik
Metodologi konvensional berdasarkan pada analisis kerangka kerja yang normatif dengan mengabaikan faktor politik(Hulme).
Secara empiris pernyataan itu sangat lemah karena identifikasi, perencanaan, seleksi,dan implementasi benar-benar proses politik dimana terdapat agen bantuan, elit lokal, politisi, birokrat, dan kelompok kepentingan.
Pendekatan alternatif untuk perencanaan proyek dikemukakan oleh Dennis Rondinelli, yaitu;
  1. Penyesuaian administrasi
Menggunakan pendekatan eksperimental yang berupa perencanaan, implementasi, dan monitor. Alasannya karena tempat dimana proyek dioperasikan mempunyai resiko yang tinggi, terbatasnya informasi, ketidakpastian, dan manipulasi politik. Untuk ebih efektif diperlukan pembelajaran, eksperimen, kreativitas, fleksibilitas organisasi, dan akses terhadap pegetahuan lokal. Intervensi pembangunan dimulai dari skala kecil dengan mencari solusi dari masalah lokal. Kemudian mengembangkan tekhnologi agar dapat beradaptasi di lingkungan manapun. Jika berhasil maka proyek ini dapat didemonstrasikan dan dikembangkan untuk mengganti proyek yang konvensional. Aktor, donor, dan lembaga bantuan asing sebaiknya mengubah fokus untuk 3-5 tahun ke depan agar lebih fleksibel,eksperimen yang terbuka serta menggabungkan antara perencana dan implementor. Cara ini mendapat dukungan dari masyarakat sekitar. Namun agen dan politisi lebih menyukai cara kilat dalam menyelesaiakn masalah pembangunan.

2. Partisipasi masyarakat
Cara ini bisa dilakukan dengan meminta bantuan dari NGO untuk menerjunkan aktivisnya ke lapangan dan bergaul dengan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan melibatkannya dalam perencanaan proyek agar tepat sasaran.
Pendekatan yang digunakan untuk perencanaan harus mengakui pengetahuan yang terbatas, informasi yang tidak menyeluruh, ketidakpastian dan pertimbangan resiko, kapasitas analisis, kelangkaan sumber daya dan perencanaan yang sudah menjadi bagian sifat dari proses politik.

ANALISIS
Selama beberapa dekade perencanaan mengalami kegagalan dan mendapat kritikan yang keras dari berbagai kalangan. Namun pada dasarnya sebuah perencanaan itu perlu dilakukan sebelum proyek dilaksanakan karena perencanaan merupakan sarana komunikasi dari perencana kepada implementor. Selain itu perencanaan juga memberikan batasan terhadap proyek yang akan dikerjakan.

Kegagalan yang terjadi bisa dari perencana atau implementor (biasanya agen pemerintah). Perencana terkadang kurang melakukan analisis dan identifikasi menyeluruh. Sehingga apa yang tertuang dalam draft perencanaan sulit direalisasikan oleh implementor. Ketidaklengkapan data juga menjadikan pemahaman kabur dan tidak jelas. Hal ini sebenarnya bisa dipahami karena keterbatasan manusia dalam memahami keadaan lingkungan di sekitarnya. Bisa juga karena hal lain yaitu keterbatasan waktu dan biaya. Sedangkan kesalahan yang terjadi pada implementor adalah ketidak konsistenan implementor terhadap wewenang yang diberikan. Alasan-alasan politis dan ekonomi mewarnai distorsi dalam implementasi suatu proyek. Dimana proyek merupakan cara untuk mensejahterakan masyarakat tetapi bagi para implementor atau politisi hal ini dijadikan lahan finansial yang diperebutkan. Distorsi ini tidak sepenuhnya kesalahan implementor. Para implementor yang bekerja di bawah Undang-Undang sering mengalami ambiguitas sehingga harus memilih salah satu cara yang terbaik untuk merealisasikan proyek. Hal-hal seperti ini yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman antara perencana dan implementor.

Jika perencana dan implementor dijadikan satu maka realisasi proyek terlihat idealis karena menekankan pada ambisi perencana. Cara ini mungkin hanya bisa direalisasikan di lingkungan yang homogen tetapi tidak bisa dilaksanakan di lingkungan yang heterogen. Masyarakat mempunyai kepentingan yang berbeda-beda secara politis, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu diperlukan lembaga monitoring agar implementasi dapat mencapai tujuannya. Monitoring dari masyarakat merupakan wujud pemberdayaan dimana masyarakat tidak hanya menjadi penonton di lingkungannya sendiri.

Perencanaan pembangunan yang terjadi selama ini hanya menitikberatkan pada sektor ekonomi. Sehingga terjadi eksplorasi besar-besaran dimanapun baik itu SDM maupun SDA. Faktor ekonomi bisa menjadi kekuatan bangsa jika didukung pula oleh SDM yang berkualitas. Jika tidak, seperti di negara-negara dunia ketiga, eksplorasi SDA merupakan lahan bagi negara-negara maju. Disinilah kesulitan negara berkembang untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju karena ketidakmampuan dalam mengelola sektor-sektor vital yang mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Keinginan negara berkembang untuk mengejar ketertinggalan ekonomi menyebabkan pemerintah lupa untuk mengembangkan kemampuan SDMnya.

Padahal aset suatu negara adalah SDM yang pada masa sekarang ini prestasinya kurang dihargai.
Keberhasilan pembangunan ekonomi dan fisik di Indonesia pada masa lalu didukung oleh kestabilan faktor politik. Begitupun di beberapa negara berkembang lainnya. Hal ini jugalah yang mendasari keberhasilan pembangunan di Uni Soviet sebelum negara federasinya terpecah-pecah seperti sekarang. Pada saat ini banyak negara yang berasas kapitalis berubah menjadi negara demokrasi. Sehingga kekuatan yang tumbuh di masyarakat sulit untuk dibendung yang mengakibatkan ketidakstabilan politik. Masyarakat bebas melakukan apapun tetapi tidak ada jaminan kesejahteraan hidup. Di satu sisi pemberdayaan masyarakat itu baik karena aspirasi masyarakat tersalurkan. Tetapi di sisi lain pemberdayaan dapat menghambat pembangunan. Tingkat kepekaan, dan intelektualitas masyarakat yang berbeda-beda dapat menimbulkan pertentangan karena pemahamannya yang berbeda.

Intervensi lembaga donor dan antuan asing tidak selamanya membantu pembangunan di negara berkembang. Bahkan bisa menimbulkan ketergantungan secara finansial. Kegagalan pembangunan dengan bantuan pihak asing bisa juga karena masalah internal yaitu maraknya praktek-praktek korupsi di kalangan pejabat pemerintahan. Untuk memberantasnya diperlukan komitmen yang besar dari pemerintah maupun lembaga independen yang dibentuk oleh pemerintah yang bertugas menyelesaikan masalah ini. Selain itu situasi politik di negara berkembang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap sektor perekonomian karena menyangkut keamanan dan jaminan masa depan. Dengan adanya lembaga donor maka kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibuat juga harus menyesuaikan dengan kebijakan lembaga donor. Terkadang hal ini malah menimbulkan ekspansi besar-besaran dari lembaga donor. Negara penerima bantuan hanya dijadikan sebagai lahan.

Tidak ada teori perencanaan yang paling efektif yang ada hanyalah perencanaan yang paling sesuai. Hal ini yang sering kurang dipahami oleh perencana dan implementor. Mereka masih menganggap bahwa masyarakat adalah objek yang bisa diatur dan proyek sepenuhnya adalah urusan pemerintah. Dalam perkembangannya pemerintah tidak menyadari ketidakpuasan masyarakat akan menimbulkan kekacauan yang berdampak pada berbagai sektor antara lain keamanan, politik, dan ekonomi. Selama ini pemerintah terlena dengan proyek-proyek ambisiusnya dan kurang memperhatikan masyarakat yang menjadi korban.
Teori perencanaan baik untuk dijadikan dasar tetapi tidak sepenuhnya baik untuk diimplementasikan. Perlu observasi yang lebih mendalam agar proyek tidak menimbulkan kerugian bagi pihak manapun. Terutama di Indonesia yang masyarakatnya sangat kompleks sehingga perlu adaptasi bagi pelaksanaan implementasi proyek. Di dalam masyarakat yang sebagian besar berpendidikan proses implementasinya harus dibedakan dengan lingkungan yang sebagian besar masyarakatnya kurang berpendidikan.

 Masyarakat yang berpendidikan lebih fleksibel dan lebih mudah menerima perubahan karena bisa memanfaatkan peluang-peluang dengan adanya perubahan tersebut. Sedangkan pada masyarakat yang masih tradisional dan kurang berpendidikan, implementasi proyek lebih sulit karena masyarakatnya masih ortodox dan mudah diprovokasi. Memberikan tambahan pengetahuan lebih mudah daripada mengubah kebiasaan masyarakat.

Keberhasilan perencanaan pembangunan dilihat pada tahap evaluasi. Jika feedback dan respon dari sebagian besar masyarakat adalah positif berarti proyek ini berhasil. Tetapi bila sebaliknya maka perlu dilakukan pembenahan-pembenahan. Mengusulkan proyek yang baru bukanlah cara yang efektif untuk menyelesaikan masalah. Sebaiknya tetap melanjutkan proyek yang lama dengan adaptasi dan perubahan seperlunya. Selain dapat mengefisienkan anggaran cara ini bisa menjadi tolok ukur komitmen pemerintah terhadap pembangunan dengan mewujudkan aspirasi masyarakat.
(tugas Manajemen Proyek, 2006)

sumber : http://melastory.wordpress.com/2010/07/14/perencanaan-pembangunan-suatu-solusi-atau-masalah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar